Senin, 04 Juni 2012

Motivatorku Sahabatku


Suasana Kampus Ilmu Keperawatan hari sungguh menyungguhkan kesan berbeda,  ada angin-angin cinta yang menambah semerbak harum tugas-tugas presentasi patofisiologi dan skill lab mata kuliah KDM kali ini.



 Bagi Rasti, hari ini begitu mempesona karena menawarkan sejuta keindahan buaian cinta dan semangat perjuangan dalam menggapai impian dan cita-cita. Kehadiran Radit di tengah-tengah kehidupannya menawarkan secercah harapan dalam menggampai impian. Sosok Radit memang penuh kontroversi. Terkenal dengan aksinya yang tak pernah mau mengalah dan agak sedikit keras kepala. 

Jelas saja sifat nya sangat bertolak belakang  dengan Rasti yang melankolis dan terkenal sebagai anak yang penurut, kehadirannya di Jurusan ini karena tak kuasa menolak keinginan orang tuanya sudah lebih dari cukup untuk membuktikan betapa polos dan lugunya anak ini, hingga berani mengabaikan harapan yang telah di tanam sejak awal masuk SMA yang terfokus untuk menjadi Politikus atau komunikator handal. Bagi Rasti harapan orang tua adalah segalanya. 



Lagi pula rasanya tidak begitu berat menjalani keinginan orang tuanya, kecintaan Rasti terhadap kemanusian sudah di mulai sejak remaja, tak ada yang meragukan keaktifannya di ekstrakulikuler PMR, bagi anak sepolos Rasti bisa menolong orang lain adalah segala-segalanya. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

“ Rasti, apa tujuan hidup mu, sahabatku ??” Tanya Adit dengan penuh rasa penasaran. Sekilas raut wajahnya menggambarkan betapa Radit ingin mengajak sosok di hadapanya berjuang dan menjadi pemenang nyata di dalam kehidupan ini. Dengan agak terbata-bata, Rasti mencoba mengeluarkan suara nyaring  yang agak tertahan di tenggorokannya.

“Aku ma mau menjadi seperti kamu”,  Jawaban rasti begitu simple sambil mengeluarakan selembar kertas kusam yang berisikan daftar mimpi layaknya milik Rangga Umara, pengusaha sukses itu.

Radit bingung,  hanya terkagum-kagum  melihat sosok wanita hebat di hadapannya. Ternyata bukan dia dan teman-teman MLM nya saja yang memiliki daftar mimpi. Tetapi wanita berusia 19 tahun ini juga ternyata memiliki arah dan tujuan hidup. Salah satu impiannya menjadi penulis novel handal. Dan mimpi jangka pendek sahabatnya ini adalah melihat cerpennya muncul di koran terkemuka aceh. Ya, semoga keinginan anak polos pinggiran kota ini bisa tercapai.

“Dit, sungguh aku belum PD menulis. Tetapi rasanya aku mampu, aku belum pernah mengikuti pelatihan menulis, bagaimana kalau tulisan ku ini terkesan kampungan. Oh, aku malu dit ?? “ Rasti mulai membahas ketakutan yang mengganggu perasaannya beberapa hari ini.

“Rasti, sahabat ku yang paling ku kagumi. Mulai lah menulis, gerakkan penamu perlahan-lahan dengan penuh ketenangan. Terbangkan ke angkasa segenap imajinasimu, fokus pada setiap kata yang ingin kamu rangkai hingga kata-kata itu menjadi seikat kalimat penuh makna. Kemudian tulis lagi kalimat selanjutnya sampai membentuk sebuah paragraf berkualitas. Dan tulis dan tulis lagi, jangan pernah menyerah. Jika pikiran mu buntu, istirahatlah sejenak. Saat pikiranmu sudah mulai tenang kembali. Menulislah lagi. Kamu pasti bisa.” Ucap radit berapi-api sambil sesekali tersenyum manis penuh makna.

“Iyaa, sahabatku, kamu memang selalu menjadi orang yang bisa menenangkan kegundahan dan kebimbangan.  Kamu adalah orang yang bisa melukis senyuman di wajah ku dan menghapus deraian air mata ini. Aku masih ingat, saat kamu membela ku mati-matian ketika mereka semua mengancamku karena kepolosanku mengatakan dosen Mikrobiolgi harus memberi materi ulang karena kita belum sepenuhnya paham tentang Daur hidup cacing Sacromicetes dan kawan-kawannya” Jawab Rasti dengan lembut dan anggun.

“Hehehehe.. Namanya juga sahabat, kamu terlalu berlebihan. Kan kalau aku lagi Down, dirimu juga yang selalu mensupport aku, aku sang anak rantau yang jauh dari belaian kasih sayang orang tua. Aku yang tak mudah menahan segala godaan di tengah kota besar ini. Dan kamu adalah orang yang selalu mengingatkan ku untuk tetap berada di jalan yang benar. Orang yang mendukung aku untuk berjuang memperebutkan kursi Presiden Mahasiswa, walaupun akhirnya aku gagal. Dan kamu adalah orang pertama yang menghibur saat ku terpuruk, karena hidup adalah perjuangan. Dan kekalahan bukanlah awal dari kehancuran kan. Betapa beruntungnya aku di pertemukan dengan orang seperti mu ??”  Ucap Radit.

“Bisa aja deh, yasudah lah Dit, aku harus ke Perpustakaan nih, aku sudah di tunggu teman-teman untuk menyelesaikan bahan presentasi Patologi besok. Sampai jumpa besok Dit.. “ Rasti akhirnya berlalu meninggal Radit. Radit hanya tersenyum-senyum saja melihat tingkah sahabatnya yang satu ini, tiada hari tanpa ke Perpustakaan.


Malam hari di rumah kost sederhana..
Rasti menatap layar notebook nya yang agak sedikit kusam karena debu yang menempel.  Dengan semangat yang berkobar-kobar layaknya pahlawan yang ingin mengusir penjajah, calon penulis terkenal ini mengawali tulisan pertamanya dengan ucapan basmalah dan kemudian memainkan penanya huruf per perhuruf sambil mendengarkan alunan musik yang syahdu. Tiba-tiba Layar handphonenya memunculkan  nama salah satu sahabat karibnya, Desta.

“Assalamu’alaikum Des, ada apa ?” Rasti merasa aneh karena jarang-jarang aktivis mahasiswa ini menghubunginya.
“wa’alaikum salam, Rasti kamu harus kuat ya. Radit semalam mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang dari kost ku ” ucap Desta di sertai isak tangis.

“ Innalilahi wainnalilahi Rajiun .. “  Handphone Rasti terjatuh begitu saja tanpa perintah dari pemiliknya.  Rasti kali ini benar-benar tak kuasa. Air mata  benar-benar tak kuasa lagi di bendung. Kesedihannya benar-benar memucak. Di ambil kendaraan bututnya dengan tergesa-tega dan tancap gas menuju rumah sakit Keumala, tempat sahabat terbaiknya dirawat. Tetapi pada akhirnya Rasti benar-benar harus menelan pil pahit karena sahabat terbaiknya telah terbaring lemah tak berdaya, luka-luka telah menghiasi seluruh  tubuhnya yang kekar. Radit benar-benar telah tiada. Rasti tak mampu mengucap sepatah kata pun lagi. Rasti pun tertunduk lemas tak berdaya. Tak ada lagi orang yang setia mengobar-ngobar semangat layaknya motivator handal seperti Andrie Wongso saat sang penulis ini terjatuh. Tak lagi penenang kala hati gundah dan kecewa ketika. Rasti sungguh belum siap menerima kenyataan.

“Dit, aku akan selalu mendoakanmu semoga kamu tenang di alam sana. Aku ga akan pernah lupa dengan semua nasehat dan semangat mu. Aku akan berjuang dit, semangat mu akan selalu hidup di hatiku selamanya”, Rasti harus iklas menerima kenyataan di hadapannya dan hidup pun harus di lanjutkan meski tanpa Radit. Dan cerpen karya Rasti pun harus di teruskan walaupun tanpa sang motivator, Radit tak kan pernah membacanya.

Written : Elviyanti 

3 komentar: