Suasana
Kampus Ilmu Keperawatan hari sungguh menyungguhkan kesan berbeda, ada angin-angin cinta yang menambah semerbak
harum tugas-tugas presentasi patofisiologi dan skill lab mata kuliah KDM kali
ini.
Bagi Rasti, hari ini begitu mempesona karena menawarkan sejuta keindahan buaian cinta dan semangat perjuangan dalam menggapai impian dan cita-cita. Kehadiran Radit di tengah-tengah kehidupannya menawarkan secercah harapan dalam menggampai impian. Sosok Radit memang penuh kontroversi. Terkenal dengan aksinya yang tak pernah mau mengalah dan agak sedikit keras kepala.
Jelas saja sifat
nya sangat bertolak belakang dengan
Rasti yang melankolis dan terkenal sebagai anak yang penurut, kehadirannya di
Jurusan ini karena tak kuasa menolak keinginan orang tuanya sudah lebih dari
cukup untuk membuktikan betapa polos dan lugunya anak ini, hingga berani
mengabaikan harapan yang telah di tanam sejak awal masuk SMA yang terfokus
untuk menjadi Politikus atau komunikator handal. Bagi Rasti harapan orang tua
adalah segalanya.
Lagi pula rasanya tidak begitu berat menjalani keinginan orang tuanya, kecintaan Rasti terhadap kemanusian sudah di mulai sejak remaja, tak ada yang meragukan keaktifannya di ekstrakulikuler PMR, bagi anak sepolos Rasti bisa menolong orang lain adalah segala-segalanya. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
“
Rasti, apa tujuan hidup mu, sahabatku ??” Tanya Adit dengan penuh rasa
penasaran. Sekilas raut wajahnya menggambarkan betapa Radit ingin mengajak
sosok di hadapanya berjuang dan menjadi pemenang nyata di dalam kehidupan ini. Dengan
agak terbata-bata, Rasti mencoba mengeluarkan suara nyaring yang agak tertahan di tenggorokannya.
“Aku
ma mau menjadi seperti kamu”, Jawaban
rasti begitu simple sambil mengeluarakan selembar kertas kusam yang berisikan
daftar mimpi layaknya milik Rangga Umara, pengusaha sukses itu.
Radit
bingung, hanya terkagum-kagum melihat sosok wanita hebat di hadapannya.
Ternyata bukan dia dan teman-teman MLM nya saja yang memiliki daftar mimpi.
Tetapi wanita berusia 19 tahun ini juga ternyata memiliki arah dan tujuan
hidup. Salah satu impiannya menjadi penulis novel handal. Dan mimpi jangka
pendek sahabatnya ini adalah melihat cerpennya muncul di koran terkemuka aceh. Ya,
semoga keinginan anak polos pinggiran kota ini bisa tercapai.
“Dit,
sungguh aku belum PD menulis. Tetapi rasanya aku mampu, aku belum pernah
mengikuti pelatihan menulis, bagaimana kalau tulisan ku ini terkesan kampungan.
Oh, aku malu dit ?? “ Rasti mulai membahas ketakutan yang mengganggu
perasaannya beberapa hari ini.
“Rasti,
sahabat ku yang paling ku kagumi. Mulai lah menulis, gerakkan penamu
perlahan-lahan dengan penuh ketenangan. Terbangkan ke angkasa segenap imajinasimu,
fokus pada setiap kata yang ingin kamu rangkai hingga kata-kata itu menjadi
seikat kalimat penuh makna. Kemudian tulis lagi kalimat selanjutnya sampai
membentuk sebuah paragraf berkualitas. Dan tulis dan tulis lagi, jangan pernah
menyerah. Jika pikiran mu buntu, istirahatlah sejenak. Saat pikiranmu sudah
mulai tenang kembali. Menulislah lagi. Kamu pasti bisa.” Ucap radit berapi-api
sambil sesekali tersenyum manis penuh makna.
“Iyaa,
sahabatku, kamu memang selalu menjadi orang yang bisa menenangkan kegundahan dan
kebimbangan. Kamu adalah orang yang bisa
melukis senyuman di wajah ku dan menghapus deraian air mata ini. Aku masih
ingat, saat kamu membela ku mati-matian ketika mereka semua mengancamku karena
kepolosanku mengatakan dosen Mikrobiolgi harus memberi materi ulang karena kita
belum sepenuhnya paham tentang Daur hidup cacing Sacromicetes dan
kawan-kawannya” Jawab Rasti dengan lembut dan anggun.
“Hehehehe..
Namanya juga sahabat, kamu terlalu berlebihan. Kan kalau aku lagi Down, dirimu juga yang selalu mensupport
aku, aku sang anak rantau yang jauh dari belaian kasih sayang orang tua. Aku
yang tak mudah menahan segala godaan di tengah kota besar ini. Dan kamu adalah
orang yang selalu mengingatkan ku untuk tetap berada di jalan yang benar. Orang
yang mendukung aku untuk berjuang memperebutkan kursi Presiden Mahasiswa,
walaupun akhirnya aku gagal. Dan kamu adalah orang pertama yang menghibur saat
ku terpuruk, karena hidup adalah perjuangan. Dan kekalahan bukanlah awal dari
kehancuran kan. Betapa beruntungnya aku di pertemukan dengan orang seperti mu
??” Ucap Radit.
“Bisa
aja deh, yasudah lah Dit, aku harus ke Perpustakaan nih, aku sudah di tunggu
teman-teman untuk menyelesaikan bahan presentasi Patologi besok. Sampai jumpa
besok Dit.. “ Rasti akhirnya berlalu meninggal Radit. Radit hanya
tersenyum-senyum saja melihat tingkah sahabatnya yang satu ini, tiada hari
tanpa ke Perpustakaan.
Malam
hari di rumah kost sederhana..
Rasti
menatap layar notebook nya yang agak sedikit kusam karena debu yang menempel. Dengan semangat yang berkobar-kobar layaknya
pahlawan yang ingin mengusir penjajah, calon penulis terkenal ini mengawali
tulisan pertamanya dengan ucapan basmalah dan kemudian memainkan penanya huruf
per perhuruf sambil mendengarkan alunan musik yang syahdu. Tiba-tiba Layar
handphonenya memunculkan nama salah satu
sahabat karibnya, Desta.
“Assalamu’alaikum
Des, ada apa ?” Rasti merasa aneh karena jarang-jarang aktivis mahasiswa ini
menghubunginya.
“wa’alaikum
salam, Rasti kamu harus kuat ya. Radit semalam mengalami kecelakaan saat
perjalanan pulang dari kost ku ” ucap Desta di sertai isak tangis.
“
Innalilahi wainnalilahi Rajiun .. “
Handphone Rasti terjatuh begitu saja tanpa perintah dari
pemiliknya. Rasti kali ini benar-benar
tak kuasa. Air mata benar-benar tak
kuasa lagi di bendung. Kesedihannya benar-benar memucak. Di ambil kendaraan
bututnya dengan tergesa-tega dan tancap gas menuju rumah sakit Keumala, tempat
sahabat terbaiknya dirawat. Tetapi pada akhirnya Rasti benar-benar harus menelan
pil pahit karena sahabat terbaiknya telah terbaring lemah tak berdaya,
luka-luka telah menghiasi seluruh
tubuhnya yang kekar. Radit benar-benar telah tiada. Rasti tak mampu
mengucap sepatah kata pun lagi. Rasti pun tertunduk lemas tak berdaya. Tak ada
lagi orang yang setia mengobar-ngobar semangat layaknya motivator handal
seperti Andrie Wongso saat sang penulis ini terjatuh. Tak lagi penenang kala
hati gundah dan kecewa ketika. Rasti sungguh belum siap menerima kenyataan.
“Dit,
aku akan selalu mendoakanmu semoga kamu tenang di alam sana. Aku ga akan pernah
lupa dengan semua nasehat dan semangat mu. Aku akan berjuang dit, semangat mu
akan selalu hidup di hatiku selamanya”, Rasti harus iklas menerima kenyataan di
hadapannya dan hidup pun harus di lanjutkan meski tanpa Radit. Dan cerpen karya
Rasti pun harus di teruskan walaupun tanpa sang motivator, Radit tak kan pernah membacanya.
Written
: Elviyanti
well, indah..!
BalasHapusteman adalah kenikmatan dalam hidup.. :)
sangat setuju .. :)
Hapusnice post :)
BalasHapusditunggu kunjungan baliknya yaah ,