Sabtu, 16 Maret 2013

Vs Vsan yuks..

Dosen A Vs Dosen B 
Kalau dosen datangnya tepat waktu, ngajarnya benar (gak kejar-kejaran, gak asal-asalan, gak lompat lompatan) eh malah gak disukai. Tapi yang model sebaliknya, malah jadi jadi idola, ngajar asal-asalan, tanpa memperdulikan ntah paham atau gak si mahasiswanya, yang notabene bilang sudah ngerti padahal gak ngerti, yang penting kuliah cepat tutup buku, eh gayung bersambut, dosennya sepaham. Kita  kaum minoritas sering ditindas oleh si mayoritas, mayoritas malas belajar maksudku, katanya sih jurusan sudah sesuai hati nurani, tapi malas, itu sangat memalukan. Tapi justru dosen seperti ini yang disukai oleh mahasiswa karena dianggap mampu memahami hati dan perasaan mahasiswa. Mungkin pembaca ada yang gak setuju dengan penuturan ku diatas, aku maklum sih pasti karena kalau  mahasiswa, anda termasuk yang salah pilih jurusan, kalau dosen pasti dosen yang kurang bertanggungjawab. Uups, sori yang salah mohon dikoreksi, saya cuma lagi belajar memperhatikan sekitarnya dan menulis kembali dengan penuh hati nurani.

Kalau dosen yang ngajarnya sungguh-sungguh, bahkan sampai mencoba beberapa metode agar si mahasiswa mengerti. Eh, malah kurang dihargai dan dianggap “terlalu serius” dan sudah gak jaman yang begituan. Kok rasanya jadi pengajar itu serba salah banget ya. Yang salah mahasiswanya atau pengajarnya. Ya dua-duanya saja biar aman. Toh, manusia gak  ada yang sempurna. Mahasiswa juga harus tobat jurusan kalau selama ini khilaf dan belajar menghargai dosennya juga pulang kerumah belajar kembali sesuai denga gaya sendiri, bisa jungkir balik, kejar-kejaran, gaya dada, terserah anda yang penting bahagia dan bisa. Dosen yang sangat-sangat kami  hormati juga mohon mengerti kami, kami berbeda. Mungkin selain memperdalam ilmu yang akan disampaikan juga mempelajari cara-cara mengajar yang mudah dan disukai. Jangan Cuma marah-marah kalau kami gak jadi mahasiswa sesuai harapan. Buktinya, kami bisa belajar serius dengan beberapa dosen, dan katakan “TIDAK” dengan beberapanya lagi.

Otak kanan Vs Otak Kiri 
Bagusan mana otak kanan atau otak kiri? Banyak pakar yang bilang dominanlah otak kanan karena otak kanan adalah otak kesuksesan, otak seorang pemimimpin, otak pengusaha. Sedangkan otak kiri, tukang ngafal dan ngitung alias thinking dan sensing. Tapi ada juga yang bilang keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri. Saya bukan peneliti, jadi saya gak berhak mengatakan harus lebih aktif yang mana. Kanan, kiri atau tengah terserah anda, Buktinya JK bisa juga sukses dengan mengandalkan otak tengahnya. Kalau saya sendiri Dominan besar kanan alias otak kanan, Intuiting Introvet. Kanan, pendiam, 75 % dari diri sendiri 25 % lingkungan, gak suka ngomongin masalah pribadi, Dan gak pantang menyerah juga biasanya apapun yang diinginkan tercapai. Saya cocok jadi penulis, pengusaha, investor, marketing dll. Dan saya bisa belajar dengan baik dengan mengonsepkan sesuatu. Nah itu hasil scan sidik jari saya, berhubung gak ada uang untuk scan otak atau kornea mata, saya rasa sidik jari sudah cukup untuk menunjukan siapa saya, dimana kemampuan terbaik saya alias bakat alami. Dan Alhamdulillah, saya sangat nyaman setelah mengikuti test ini. Oya, yang paling membahagiakan adalah jadi ketauan saya bukan dominan otak kiri, soalnya saya merasa risih karena sikap beberapa orang yang mengatakan kalau dapat nilai raport delapan keatas berarti otak kanannya lemah dan yang paling malas belajar berarti dominan otak kanan. Dan tau sendirikan, nilai disekolah hanya menentukan 20% kesuksesan..hehe. Banyak buku yang sudah mengungkapkan ternyata yang dominan otak kanan lebih sukses dimasa depannya. Kalau yang pinter cuma bisa pengikut, jadi dosen, manajer. Si kanan bisa jadi bos besar, punya perusahaan, penulis terkenal dan lain-lain. Tapi aku pribadi tetap menghargai si dominan otak kiri kok. Tapi tetap, mulai lah sesuatu dari kanan, jadilah golongan kanan. Mungkin ini slogan yang cocok untuk otak kanan. Bukannya seimbang toh kiri kanan, kanan pemimpin, kiri pengikut, kanan penjual, kiri pembeli. Bingung kan. Keep positif saja.
Pengawas A Vs Pengawas B
Berhubung masih fres tentang ujian, maklum baru sebulan yang lalu final. Aku suka meperhatikan setiap dosen yang ngawas. Wow, aku salut sama beberapa yang intergritas dan profesionalnya tinggi. Tapi menurut pendapat teman-teman ku, dosen seperti itu gak seru, seperti gak pernah muda dan kuliah, ngawasnya seperti jagain anak SD. Ketat super duper menegangkan. Tetapi bukannya itu bagus ya, dari pada ngawas seperti jagain anak Tk A dan B, mahasiswa dibiarkan bebas, bebas melihat kekanan kekiri, melongok kebawah ngintip mantra asalkan gak saling melemparkan batu atau tonjok-tonjokkan, itu diangggap sah. Dan tenyata hasil polling membuktikan yang seperti ini disukai 99,9 % peserta ujian. Yang membingungkan ku, sebenarnya yang benar seperti apa ? Apakah anak-anak muda yang notabene otaknya masih fresh pantas diperbodohkan seperti itu ? Dan bukankan seharusnya kalau gak mampu lebih baik mundur, Wajar dunk nyontek otak matematika kuliah kedokteran. Memang ini menakutkan, tetapi bukanka bisa menyebabkan perderitaan berkepanjangan. Kalau aku sendiri dulunya saat memutuskan jurusan kuliah juga bukan pilihan sendiri tetapi memang keadaanya sudah terjadi. So aku lebih memilih menikmati, melakukan yang terbaik, belajar menurut metodeku sendiri. Dan aku juga menyediakan cukup banyak waktu bahkan melebihi waktuku ngulang pelajaran kuliah untuk melatih bakat alamiku. Aku sendiri tipe yang mudah bosan, aku bosan belajar hal-hal yang umum. So, selama ini sangat menikmati kalau ada mata kuliah terbaru, seperti medikal bedah yang baru-baru ini berhasil mencuri perhatianku. Aku suka belajar dengan hal-hal bisa bikin penasaran dengan dosen yang bisa memotivasi mahasiswa serta mengajar dengan intonasi dan bahasa tubuh yang lugas layaknya motivator. Tetapi didalam kenyataan gak ada yang sempurna, So aku mencoba mengulang di rumah dengan metodeku sendiri. Yang paling penting menurutku, kenali diri sendiri Deh. So Pengawas ujian bisa profesional dan gak disalahkan dalam kasus ini.

Teman Pelit Vs si baik hati
Kalau saat ujian, teman yang suka teriak kanan kiri adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dan yang pelit (menurut PENDAPAT yang malas belajar, gak PD sama kemampuan sendiri. TITIK !! gak boleh bantah !) adalah anugrah yang nggak diharapkan. Berbeda dengan si pahlawan yang selalu dieluk-elukkan yang bisa mengantarkan mereka dapat nilai A bareng-bareng atau jatuh kejurang dengan nilai D dan E bersama-sama. Pengalaman ku sendiri saat masih suka diskusi saat menjawab soal ujian adalah merasa gak puas n gak percaya dengan kemampuan sendiri. Sangat berbeda jika ujian bisa jujur. Rasa PD nya bisa meningkat bukan hanya masalah mengisi kertas ujian tapi juga dalam kehidupan. 
Maaf teman-teman, ini asli  pendapat saya, yang kurang setuju bisa langsung menghubungi saya dan silahkan buat tulisan masing-masing..hehehe. Dan sori sori kalau agak  acak-acakanbacaannya, maklum si kanan memang selalu begitu..














Tidak ada komentar:

Posting Komentar