Dosen A Vs Dosen B
Kalau dosen datangnya tepat waktu,
ngajarnya benar (gak kejar-kejaran, gak asal-asalan, gak lompat lompatan) eh
malah gak disukai. Tapi yang model sebaliknya, malah jadi jadi idola, ngajar
asal-asalan, tanpa memperdulikan ntah paham atau gak si mahasiswanya, yang
notabene bilang sudah ngerti padahal gak ngerti, yang penting kuliah cepat tutup
buku, eh gayung bersambut, dosennya sepaham. Kita kaum minoritas sering
ditindas oleh si mayoritas, mayoritas malas belajar maksudku, katanya sih
jurusan sudah sesuai hati nurani, tapi malas, itu sangat memalukan. Tapi justru
dosen seperti ini yang disukai oleh mahasiswa karena dianggap mampu memahami
hati dan perasaan mahasiswa. Mungkin pembaca ada yang gak setuju dengan
penuturan ku diatas, aku maklum sih pasti karena kalau mahasiswa, anda
termasuk yang salah pilih jurusan, kalau dosen pasti dosen yang kurang bertanggungjawab.
Uups, sori yang salah mohon dikoreksi, saya cuma lagi belajar memperhatikan
sekitarnya dan menulis kembali dengan penuh hati nurani.
Kalau dosen yang ngajarnya
sungguh-sungguh, bahkan sampai mencoba beberapa metode agar si mahasiswa
mengerti. Eh, malah kurang dihargai dan dianggap “terlalu serius” dan sudah gak
jaman yang begituan. Kok rasanya jadi pengajar itu serba salah banget ya. Yang
salah mahasiswanya atau pengajarnya. Ya dua-duanya saja biar aman. Toh, manusia
gak ada yang sempurna. Mahasiswa juga harus tobat jurusan kalau selama
ini khilaf dan belajar menghargai dosennya juga pulang kerumah belajar kembali
sesuai denga gaya sendiri, bisa jungkir balik, kejar-kejaran, gaya dada,
terserah anda yang penting bahagia dan bisa. Dosen yang sangat-sangat
kami hormati juga mohon mengerti kami, kami berbeda. Mungkin selain
memperdalam ilmu yang akan disampaikan juga mempelajari cara-cara mengajar yang
mudah dan disukai. Jangan Cuma marah-marah kalau kami gak jadi mahasiswa sesuai
harapan. Buktinya, kami bisa belajar serius dengan beberapa dosen, dan katakan
“TIDAK” dengan beberapanya lagi.
Otak kanan Vs Otak Kiri
Bagusan mana otak kanan atau otak
kiri? Banyak pakar yang bilang dominanlah otak kanan karena otak kanan adalah
otak kesuksesan, otak seorang pemimimpin, otak pengusaha. Sedangkan otak kiri,
tukang ngafal dan ngitung alias thinking dan sensing. Tapi ada juga yang bilang
keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri. Saya bukan peneliti, jadi saya
gak berhak mengatakan harus lebih aktif yang mana. Kanan, kiri atau tengah
terserah anda, Buktinya JK bisa juga sukses dengan mengandalkan otak tengahnya.
Kalau saya sendiri Dominan besar kanan alias otak kanan, Intuiting Introvet.
Kanan, pendiam, 75 % dari diri sendiri 25 % lingkungan, gak suka ngomongin
masalah pribadi, Dan gak pantang menyerah juga biasanya apapun yang diinginkan
tercapai. Saya cocok jadi penulis, pengusaha, investor, marketing dll. Dan saya
bisa belajar dengan baik dengan mengonsepkan sesuatu. Nah itu hasil scan sidik
jari saya, berhubung gak ada uang untuk scan otak atau kornea mata, saya rasa
sidik jari sudah cukup untuk menunjukan siapa saya, dimana kemampuan terbaik
saya alias bakat alami. Dan Alhamdulillah, saya sangat nyaman setelah mengikuti
test ini. Oya, yang paling membahagiakan adalah jadi ketauan saya bukan dominan
otak kiri, soalnya saya merasa risih karena sikap beberapa orang yang
mengatakan kalau dapat nilai raport delapan keatas berarti otak kanannya lemah
dan yang paling malas belajar berarti dominan otak kanan. Dan tau sendirikan,
nilai disekolah hanya menentukan 20% kesuksesan..hehe. Banyak buku yang sudah
mengungkapkan ternyata yang dominan otak kanan lebih sukses dimasa depannya.
Kalau yang pinter cuma bisa pengikut, jadi dosen, manajer. Si kanan bisa jadi
bos besar, punya perusahaan, penulis terkenal dan lain-lain. Tapi aku pribadi
tetap menghargai si dominan otak kiri kok. Tapi tetap, mulai lah sesuatu dari
kanan, jadilah golongan kanan. Mungkin ini slogan yang cocok untuk otak kanan.
Bukannya seimbang toh kiri kanan, kanan pemimpin, kiri pengikut, kanan penjual,
kiri pembeli. Bingung kan. Keep positif saja.
Pengawas A Vs
Pengawas B
Berhubung masih fres tentang ujian,
maklum baru sebulan yang lalu final. Aku suka meperhatikan setiap dosen yang
ngawas. Wow, aku salut sama beberapa yang intergritas dan profesionalnya
tinggi. Tapi menurut pendapat teman-teman ku, dosen seperti itu gak seru,
seperti gak pernah muda dan kuliah, ngawasnya seperti jagain anak SD. Ketat
super duper menegangkan. Tetapi bukannya itu bagus ya, dari pada ngawas seperti
jagain anak Tk A dan B, mahasiswa dibiarkan bebas, bebas melihat kekanan
kekiri, melongok kebawah ngintip mantra asalkan gak saling melemparkan batu
atau tonjok-tonjokkan, itu diangggap sah. Dan tenyata hasil polling membuktikan
yang seperti ini disukai 99,9 % peserta ujian. Yang membingungkan ku,
sebenarnya yang benar seperti apa ? Apakah anak-anak muda yang notabene otaknya
masih fresh pantas diperbodohkan seperti itu ? Dan bukankan seharusnya kalau
gak mampu lebih baik mundur, Wajar dunk nyontek otak matematika kuliah
kedokteran. Memang ini menakutkan, tetapi bukanka bisa menyebabkan perderitaan
berkepanjangan. Kalau aku sendiri dulunya saat memutuskan jurusan kuliah juga
bukan pilihan sendiri tetapi memang keadaanya sudah terjadi. So aku lebih
memilih menikmati, melakukan yang terbaik, belajar menurut metodeku sendiri.
Dan aku juga menyediakan cukup banyak waktu bahkan melebihi waktuku ngulang
pelajaran kuliah untuk melatih bakat alamiku. Aku sendiri tipe yang mudah
bosan, aku bosan belajar hal-hal yang umum. So, selama ini sangat menikmati
kalau ada mata kuliah terbaru, seperti medikal bedah yang baru-baru ini
berhasil mencuri perhatianku. Aku suka belajar dengan hal-hal bisa bikin
penasaran dengan dosen yang bisa memotivasi mahasiswa serta mengajar dengan
intonasi dan bahasa tubuh yang lugas layaknya motivator. Tetapi didalam
kenyataan gak ada yang sempurna, So aku mencoba mengulang di rumah dengan
metodeku sendiri. Yang paling penting menurutku, kenali diri sendiri Deh. So
Pengawas ujian bisa profesional dan gak disalahkan dalam kasus ini.
Teman Pelit Vs si
baik hati
Kalau saat ujian, teman yang suka
teriak kanan kiri adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dan yang pelit (menurut PENDAPAT yang malas belajar, gak PD sama kemampuan sendiri. TITIK !! gak boleh bantah !)
adalah anugrah yang nggak diharapkan. Berbeda dengan si pahlawan yang selalu
dieluk-elukkan yang bisa mengantarkan mereka dapat nilai A bareng-bareng atau
jatuh kejurang dengan nilai D dan E bersama-sama. Pengalaman ku sendiri saat
masih suka diskusi saat menjawab soal ujian adalah merasa gak puas n gak
percaya dengan kemampuan sendiri. Sangat berbeda jika ujian bisa jujur. Rasa PD
nya bisa meningkat bukan hanya masalah mengisi kertas ujian tapi juga dalam
kehidupan.
Maaf teman-teman, ini asli
pendapat saya, yang kurang setuju bisa langsung menghubungi saya dan
silahkan buat tulisan masing-masing..hehehe. Dan sori sori kalau agak
acak-acakanbacaannya, maklum si kanan memang selalu begitu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar