Dian adalah salah seorang teman
seperjuanganku di kampus, seorang anak yang sangat manis yang setia menemani
hari-harinya dengan sejuta impian yang indah, menerbangkan khayalannya
membumbung tinggi keangkasa,tak pernah lelah untuk belajar.
Tak pernah takut dengan kata-kata kegagalan karena mimpi adalah hal yang harus diwujudkan. Dan hidup adalah tentang perjuangan. Mimpi terbesarnya adalah memutuskan tali kemiskinan keluarganya. Walaupun sebenarnya Dian terlahir di tengah keluaga yang begitu harmonis nan sederhana, tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin, hingga pada suatu saat ntah apa yang terjadi sehingga kebahagian seolah lenyam dari kehidupannya.
Tak pernah takut dengan kata-kata kegagalan karena mimpi adalah hal yang harus diwujudkan. Dan hidup adalah tentang perjuangan. Mimpi terbesarnya adalah memutuskan tali kemiskinan keluarganya. Walaupun sebenarnya Dian terlahir di tengah keluaga yang begitu harmonis nan sederhana, tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin, hingga pada suatu saat ntah apa yang terjadi sehingga kebahagian seolah lenyam dari kehidupannya.
“ diaan.., “ panggil sang mama.
“ yaa, ma.. knpa??? “ jawabnya
penasaran.
Oh, mama hanya ingin bilang
kalau mama bangga punya anak yang kuat dan tabah seperti kamu, sayang ??” ucap
mamanya dengan lirih
“ oooo ya ma, kan karena mama
juga yang ngajarin aku arti ketabahan ma” jawab dian dengan tersenyum.
“ Iyaa nak” mama memeluk dian
dengan penuh kasih sayang.
Hari-hari
dian dihabiskan dengan menjalankan bisnis kecil-kecillan untuk menopang roda
kehidupan yang selalu membiarkanya diposisi bawah dan terbawah, sungguh
menyebalkan katanya. Sejak malapetaka yang menimpa biduk rumah tangga kedua
orang tuanya. Dian sedemikian enggan untuk bersemangat, bahkan untuk mandi pagi
dan sarapan pun rasanya bagaikan memindahkan sebatang besi berton-ton. Namun
demi membahagiakan kedua orangtuanya dan juga adik-adiknya yang berjumlah 5
orang itu. Dian mencoba menjadi batu karang yang tidak gampang dihempas
gelombang. Dia mencoba untuk fokus bekerja dan belajar banyak tentang
kehidupan. Oh, sungguh tak ada waktu baginya untuk sekedar melepas santai
bersama sahabat-sahabatnya yang hampir setiap minggu menghabiskan waktu sekedar
untuk shopping, jalan-jalan dengan kekasih yanng belum tentu menjadi suami nya
itu. Hidup dian hanya berkutat dengan bekerja, belajar. Hidup yang sungguh
keras bahkan untuk membeli pulpen dan membayar uang kuliahnya yang super mahal
itu pun harus ku banting tulang ku sendiri. Hari-harinya banyak dihabiskan
dengan membantu menjual mie disalah satu warung sewaan. Sangat perih memang. Namun
ya sudahlah, dian tetap bersyukur karena allah masih memberinya tenaga dan
kekuatan untuk tetap kuat menjalani kehidupan yang tak dia tau bagaimana
kelanjutannya ini.
“ Dian, mungkin tempat mu bukan
disini kawan?? Disini kuliah nya mahal, kenapa ga kamu alih aja ke jurusan yang
mungkin lebih murah biaya spp nya kawan ?? “ ucapku dengan memelas, sungguh ku
sangat kasian melihat beban di pundaknya yang begitu berat. Belum lagi
adik-adiknya itu yang harus jadi tanggungjawabnya, sejak ayahnya menghilang ntah
kemana.
“Ni, ini cita-citaku, lagi pula
aku sudah mengabiskan uang banyak untuk membayar uang pembangunan yang luar
biasa mahal itu, “ jawabnya dengan penuh derai air mata.
Ooh, sungguh
ku bingung untuk mengeluarkan kata-kata apa, aku hanya takut menyinggung
perasaannya yang sedemikian bersemangat untuk meneruskan perjuanganya disalah
satu sekolah tinggi kesehatan swasta yang biasanya di huni oleh anak2 orang
beruang, bahkan ku sering melihat mak dan bapak mereka mengedarai mobil mewah
hanya untuk sekedar menjemput anak-anaknya dikampus. Anak-anaknya pun pengguna
BB dan mobil-mobil mewah. ohh, tuhan sungguh sangat berbeda dengan ku yang
hanya seorang anak petani. Mak dan bapak ku, sd saja tak lulus. Tapi katanya
kuliah saja, mak dan bapak masih punya beberapa kebun yang siap digadai bahkan
dijual jika memang ku perlukan untuk pendidikan. Tetapi kawan ku ini bagaimana,
tanah warisannya saja sudah hampir habis dijual untuk biaya pembangunan saat
pertama kali dia dinyatakan lulus. Dalam hatiku, ne anak sungguh nekat dan
keras kepala, udah tau mahal, ngotot aja. semoga saja akan ada mukjizat buat
kawan ku yang malang ini. Insyaallah..
*beberapa bulan kemudian..
Sekarang
sudah pertengahan bulan lima, berarti hanya hitungan hari menuju UAS. Si Dian
pasti lagi jungkir balik cari modal untuk ngelunasin segala jenis yang
berkaitan dengan uang dan kampus.
“ni, aku
duluan ya “ teriaknya sambil berlari. “ eh, tungguuu.. “ ku membalas
teriakannya. Tapi dasar dianya yang ga peduli, akhirnya menghilang begitu saja
dari hadapan ku. Kasian pikirku. Mau ku bantu pun keadaan sungguh tidak
memungkinkan, uang ku saja hanya cukup untuk beli beras yansg sudah habis. Dan
besok baru datang kiriman dari kampung, itu pun hanya cukup untuk makan
sebulan, foto copy bahan kuliah dan segala keperluan lainnya yang berkaitan
dengan kuliah. Ini pun mungkin kurang, makanya aku harus bantu cek na untuk
sekedar cuci piring di tempatnya jualan mie aceh di persimpangan jalan pada
sore hari.ok lah, aku harus cepat-cepat ke tempat cek na, sebelum dia menelpon
ku dengan suaran nyaringnya yang bikin kupingku meradang kepanasan.
*beberapa hari kemudian..
Aku bertemu
bu Dando di persimpangan ruang TU. Bu Nando merupakan guru pembibing kami. ku
coba bertanya perihal kawanku yang malang itu, yang sudah menunggak
berjuta-juta. Akhirnya bu nando menjelaskan panjang lebar perihal temanku itu.
Ternyata dia telah di keluarkan dari kampus tercinta ini. Hhmmmm, ku menarik
nafas dalam-dalam. Shok dang bingung apa yang harus ku ucapakan.Oh, sungguh
malang nasib mu, kawan. Pantas saja beberapa hari ini tak pernah tampak batang
hidungnya dan ku hubungi pun tak bisa-bisa. Sungguh hilang tanpa jejak.
*Akhirnya..
“niiii...” terdengar seseorang
dari kejauhan memanggilku. Ooh, seperti ku kenal suara cempreng ini, bukankah
suara ini yang biasa sering bikin gendang telinga ku mau pecah karena
terikan-teriakan yang maha dahsyat di kampus. Wah ini pasti si Dian, teman satu
kampus dulu yang luar biasa mengispirasi ku untuk terus bersyukur dan berjuang
dalam universitas kehidupan ini. Sejenak kami berpelukan melepas kangen dan
saling menanyakan kabar.
“ semenjak di keluarkan dari
kampus, aku di sini nini, aku berjualan. Kebetulan om ku yang kaya raya itu
memberiku sedikit modal untuk membuka warung ini. Alhamdulillah, pengunjung nya
ramai, aku pakai resep keluarga untuk mie ini. Kamu boleh coba kok, pasti enak”
ucapnya bersemangat. Aku sungguh terharu mendengarkan nasib baik yang menimpa
temanku ini. “bagaimana dengan adik-adikmu?” tanya ku dengan penuh penarasan. “
mereka tetap bersekolah seperti biasanya, biarkan aku banting tulang untuk
mereka, jika suatu saat aku punya uang lebih, aku akan kembali ke bangku
perkuliahan, tetapi untuk sekarang aku fokus dulu membangung usaha ini. Kalau
pelanggan banyak seperti ini, aku harus membuka cabang di beberapa tempat nih”
ucapnya dengan penuh keyakinan. Dia memang orang yang sangat optimis, pekerja
keras. Semoga impian nya tercapai. Aamiiin.
Penulis : Elviyanti
di Rumah Perjuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar